Sabtu, 04 Januari 2014

Bold Children Club Adventure #1

PAGI hari sudah tiba. Ghea menyisir rambutnya yang sedikit kusut. Dia mengucek matanya sampai mata hitam legamnya itu berubah menjadi sedikit perih. Lalu, dia menguap lebar.

"Ah, udaranya segar!" gumamnya saat dia menyibak tirai dan membuka jendela kamar. Pemandangan padang rumput yang luas dan kehijauan nampak cantik di matanya. Dia mengamati Korry yang sedang menyapu daun kering di bawah pohon apel yang sangat sangat besar. Pohon itu kebanggaan Desa Wolfapple yang sangat menyukai buah-buahan.

Ghea beranjak dan segera menyambar handuk kusutnya yang tergantung lemas di gantungan handuk. Dia akan bersiap menyiapkan baju dan langsung pergi menuju kamar mandi. Hari ini, dia, Korry, Shari, dan Faigo berencana untuk bermain di Hutan Willawolf.

Suara geburan air terdengar saat bunda sedang menata meja makan yang tertutup taplak meja bergambar burung-burung kecil yang sedang terbang di langit biru cerah.

"Aduh, bisa terlambat ke Hutan Willawolf, nih!" kata Ghea dengan wajah terkejut saat menyadari bahwa jam dinding di kamarnya menunjuk ke arah tujuh lebih dua puluh lima menit. Dia dan ketiga teman-temannya memang harus berkumpul di naungan pohon apel jam tujuh lebih tiga puluh tiga menit. Jadi, jam setengah delapan kurang dua menit.


"SAYANG, mengapa tidak cepat-cepat bangun? Bunda sudah siapkan sosis panggang dengan sayur sop sosis kesukaanmu, lho. Oya, tadi pagi Pak Harlos kesini. Pohon apel besar di tengah desa sedang panen apel. Bunda dikasih sekeranjang," jelas bunda panjang lebar ketika Ghea memasuki ruang makan dengan baju yang belum dikancing. Jadi, seperti bendera berkibar-kibar.

Ghea menggaruk kepalanya. "Bu, Ghea makan sarapannya di Hutan Willawolf aja, ya. Soalnya, jam setengah delapan kurang dua menit Ghea harus ngumpul sama temen-temen di pohon apel,"

"Boleh-boleh saja, Sayang, kalau ayahmu membolehkan. Cepat kemas makananmu, ya,"

Gadis bermata legam itu bergegas menaruh makanan sembarangan ke dalam keranjang piknik. Dengan sabar, bundanya mengambil makanan yang sudah ditaruhnya dan mengeluarkannya kembali. "Ditata yang rapi," tegas bunda. Akhirnya, dengan mulut cemberut Ghea menaruh makanannya kembali dalam keranjang piknik, dengan tataan yang rapi.

Keranjang piknik bergoyang-goyang di lengan Ghea saat gadis itu berlari menuju pohon apel besar di tengah desanya. Di bawah naungan pohon apel, nampak Faigo dan Shari menunggu sambil menenteng tas besar di punggung mereka. Ghea meletakkan keranjang dan tasnya yang tidak cukup besar di tanah.

"Mana Korry?" tanyanya.

"Biasa, Ghea. Profesor Lerry menyuruhnya untuk mencampurkan ini, mencampurkan itu, serta menyuruhnya untuk membeli ramuan herbal di toko herbal Paman Kolix," kata Faigo sambil tertawa.

Shari tertawa. Jika tertawa, suaranya terdengar seperti lonceng kecil yang bergemerincing. Shari memang anak perempuan paling sopan dan paling manis di Desa Wolfapple. Ghea? Gadis tertomboi di Desa Wolfapple.

"Faigo dan Ghea, katanya kalian pandai memanjat. Bisa minta tolong ambilkan beberapa apel?" pinta Shari tenang sambil menatap kedua temannya. "Sekalian lomba, yang dapat apel paling banyak dialah pemenangnya."

"Oke! Siapa takut!" seru Faigo riang. Dia dan Ghea langsung memanjat pohon apel itu dengan lincah bagaikan kucing. Mereka tidak takut dengan semut-semut yang siap menyerang para pemanjat pohon apel terbesar di wilayah itu.

Ternyata, Faigo pemenangnya. Dia mengambil apel banyak sekali, mungkin saja sekitar tiga belas. Sementara Ghea baru mendapat enam buah apel. Soalnya, semut-semut menghindari Faigo yang lincah dan sasaran mereka adalah: Ghea.

Walaupun tidak menang, Ghea justru tertawa dan meletakkan kesembilan belas apel yang didapat dia dan Faigo di keranjang pikniknya. Dan bertepatan dia meletakkan apel terakhir di keranjang, Korry berlari melintasi ladang sehingga para petani yang nandur (menanam) cabe dan bawang disana berteriak kesal. Tapi, setelah menyadari bahwa yang merusak tanaman mereka adalah anak sulung Profesor Lerry yang galak, mereka langsung bungkam mulut. Mereka mungkin takut dengan teriakan menggelegar Profesor Lerry yang bak 'halilintar'. Sekali dia berteriak, Desa Wolfapple akan merasa teriakan itu bagaikan gempa bumi yang menyerang mereka. Dan buah-buahan matang di pohon mereka akan berjatuhan, kecuali yang masih hijau dan belum matang.

"Kesiangan lagi, ya?" ledek Faigo dan Ghea serempak. Korry nyengir sambil menggaruk kepalanya.

"Maklum, ayahku..."

Di Sekolah Wolfapple, Korry dikenal dengan julukan Si Pemalas, karena setiap waktu dia sering bermalas-malasan. Tapi, di balik otak pemalasnya, muncul otak jeniusnya. Ya, setiap ulangan dia selalu mendapat nilai 100. Dia bersaing dengan Ully yang juga juara kelas.

"Profesor Lerry benar-benar bekerja keras demi desanya yang indah!" puji Shari kagum. Korry tersenyum. Dia senang membanggakan ayahnya, walau ayahnya itu galak dan suka menyuruh-nyuruh. Bayangkan, Bibi Shlia, ibunya, disuruh ayahnya membeli sesuatu di toko Paman Gornk yang jauhnya lima puluh kilometer! Padahal, Bibi Shlia tidak menyukai kereta dan bus. Tetapi, dia juga tidak suka kalau suaminya menyuruhnya membeli 'sesuatu itu di toko Paman Gornk menggunakan sepeda. Huft, pasti capai, ya!

Oya, kau mau tahu tentang sejarah Desa Wolfapple? Dan mengapa desa itu dinamai Wolfapple, yang artinya apel serigala? Tunggulah di bab kedua; JRENG!

~To Entry 2~

Tidak ada komentar:

Posting Komentar